SEJARAH
Maluku memiliki sejarah yang panjang kurang lebih 2300 tahun lamanya dengan didominasi secara berturut-turut oleh bangsa Arab, Portugis, Spanyol, dan Belanda serta menjadi daerah pertempuran sengit antara Jepang dan Sekutu pada era Perang Dunia ke II.
Para penduduk asli Banda berdagang rempah-rempah dengan negara-negara Asia lainnya, seperti Tiongkok, paling tidak sejak zaman Kekaisaran Romawi. Dengan adanya kemunculan agama Islam, perdagangan didominasi oleh para pedagang Muslim. Salah satu sumber kuno Arab menggambarkan lokasi dari pulau ini berjarak sekitar lima belas hari berlayar dari Timur ‘pulau Jaba’ (Jawa) namun perdagangan langsung hanya terjadi hingga akhir tahun 1300-an. Para pedagang Arab tidak hanya membawa agama Islam, tetapi juga sistem kesultanan dan mengganti sistem lokal yang di mana didominasi oleh Orang Kaya, yang di samping itu lebih efektif digunakan jika berurusan dengan pihak luar.
Melalui perdagangan dengan para pedagang Muslim, bangsa Venesia kemudian datang untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah dari Eropa antara 1200 dan 1500, melalui dominasi atas Mediterania ke kota pelabuhan seperti Iskandariyah (Mesir), setelah jalur perdagangan tradisional mulai terganggu oleh Mongol dan Turki. Dalam menunjang monopoli ini kemudian mereka ikut serta dalam Abad Eksplorasi Eropa. Portugal mengambil langkah awal penjelajahan dengan berlayar ke sekitar tanjung selatan benua Afrika, mengamankan rute-rute penting perdagangan, bahkan tanpa sengaja menemukan pantai Brasil dalam pencarian ke arah selatan. Portugal akhirnya sukses dan pembentukan daerah monopolinya sendiri dan memancing kekuasaan maritim lain seperti Spanyol-Eropa, Prancis, Inggris dan Belanda untuk mengganggu posisinya.
Karena tingginya nilai rempah-rempah di Eropa dan besarnya pendapatan yang dihasilkan, Belanda dan Inggris segera terlibat dalam konflik untuk mendapatkan monopoli atas wilayah ini. Persaingan untuk memiliki kontrol atas kepulauan ini menjadi sangat intensif bahkan untuk itu Belanda bahkan memberikan pulau Manhattan (sekarang New York), di pihak lain Inggris memberikan Belanda kontrol penuh atas kepulauan Banda. Lebih dari 6.000 jiwa di Banda telah gugur dan mati syahid dalam perang memperebutkan rempah-rempah ini. Dan di kemudian hari, kemenangan atas kepulauan ini dikantongi Kerajaan Belanda.
PRASEJARAH
Menurut penyelidikan geologis, Kepulauan Maluku terbentuk antara 150 juta hingga satu juta tahun yang lalu dengan Seram sebagai pulau tertua. Terdapat berbagai cerita rakyat di Maluku tentang dari mana penduduk Maluku berasal. Menurut masyarakat Maluku Tengah, terdapat Gunung Nunusaku yang menjadi tempat dari danau keramat yang menurunkan Sungai Eti, Sungai Tala, dan Sungai Sapalewa di Seram Bagian Barat. Di danau tersebut, terdapat sebuah pohon beringin yang menjadi asal manusia-manusia asli Seram, Alifuru atau manusia awal, yang nantinya menyebar ke pulau-pulau sekitarnya. Kini, Alifuru menurukan suku Alune dan Wemale yang mendiami pedalaman. Di Kepulauan Kei, masyarakat mempercayai keberadaan manusia asli yang berdiam di gua dan pohon kayu. Mereka lenyap menjadi makhluk halus setelah manusia pendatang mendesaknya.
Hingga kini, masyarakat Ambon-Lease menganggap bahwa moyangnya berasal dari Nunusaku di Seram, sementara masyarakat Kei menunjuk Seram dan Papua. Selain Seram dan Papua, penguasa-penguasa desa atau negeri seperti raja pun banyak yang menambahkan Jawa dan Bali sebagai asal mereka. Meskipun demikian, sumber penelitian mencatat bahwa penduduk asli Maluku sekarang berasal dari berbagai bangsa asing yang mendatangi Maluku untuk menetap atau sekadar singgah. Suku-suku bangsa yang memasuki sebagian besar Kepulauan Melayu juga menyinggahi Maluku. Mereka adalah bangsa Austromelanesia, terdiri dari Negrito dan Wedda yang mendiami pedalaman, dilanjutkan oleh Proto-Melayu, Deutero-Melayu, dan terakhir Mongoloid. Banyak dari mereka menyinggahi pulau-pulau besar seperti Seram, membentuk Alifuru. Dari pulau-pulau besar tersebut, mereka menyebar ke pulau-pulau sekitarnya.[3]
KEBUDAYAAN
Kebudayaan tertua yang ditemukan di Maluku adalah Batu Tua, yakni kebudayaan tertua yang dapat ditemukan di Indonesia yang umumnya terpusat di Jawa. Budaya Batu Tua terpusat di bagian tengah (Maluku Tengah) dan timur Seram. Sebagian besar penemuan berupa alat-alat serpih dan sedikit peralatan besar seperti kapak perimbas dan kapak penetak. Meskipun demikian, layaknya tempat-tempat penemuan lainnya di Indonesia Timur dengan pengecualian Liang Bua, penemuan Batu Tua tidak disertai oleh penemuan manusia pendukungnya seperti manusia dari Solo dengan kebudayaan Ngandongnya.[8][5]
Lukisan gua corak kadal di Kaimana, Papua, serupa dengan yang ada di Seram dan Kei.
Kebudayaan Batu Madya di Maluku hadir bersamaan dengan masuknya bangsa Austromelanesia. Batu Madya meninggalkan jejak berupa peralatan kasar dari batu dan tulang serta gua yang dapat ditemukan di Seram, Buru, Banda, Kei, Aru, dan Tanimbar. Kesenian pun dimulai pada zaman ini, dilihat dari lukisan gua yang bernuansa merah dan putih. Penyebaran lukisan gua terbatas di Seram, Buru, dan Kei. Corak lukisan beragam berdasarkan daerah sebarannya. Cap tangan tersebar di ketiga wilayah. Corak ikan terdapat di Seram dan Buru; pola geometris terdapat di Buru dan Kei; corak binatang kadal dan cicak terdapat di Seram dan Kei. Seram tidak memiliki corak khasnya sendiri; corak khas Buru meliputi manusia menari, arah mata angin, perahu, dan lingkaran, sedangkan corak khas Kei berupa matahari dan topeng manusia. Kini, masyarakat Maluku menganggap gua-gua berlukisan tersebut keramat dan tidak dapat dimasuki tanpa upacara adat.
Batu Muda meninggalkan jejak yang menjadi landasan perkembangan kebudayaan Maluku kini, terlebih Maluku menjadi pertemuan dua kelompok kebudayaan Batu Muda di Indonesia, walaupun sebarannya terbilang sedikit dibandingkan Sulawesi dan Oseania yang terletak di sampingnya.[12][13] Seiring dengan dikenalnya pertanian, zaman ini meninggalkan berbagai jenis kapak yang terbagi menjadi dua jenis, kapak empat persegi panjang di Saparua yang tebal dan berpenampang lintang trapesium serta kapak lonjong di Ambon, Letti, Seram, dan Tanimbar.[14] Terdapat sebuah situs kebudayaan Batu Muda di Ay. Hingga kini, kapak-kapak tersebut masih disimpan penduduk setempat sebagai benda gaib bernama batu guntur atau biji guntur. Batu pemali merupakan salah satu contoh kebudayaan Batu Besar yang masih dilestarikan hingga sekarang. Batu tersebut umumnya terletak di puncak atau di dekat baileo masing-masing negeri atau desa. Di Kei, Batu Besar dilestarikan dalam bentuk siran, kuburan para raja dan pemimpin desa yang digunakan sebagai tempat musyawarah desa. Kepercayaan Ngumat dan Wadar Metu yang juga berasal dari Kei pun memiliki akar dari Batu Besar, serupa dengan kepercayaan asli yang ada di Maluku Tengah.
Zaman perunggu tiba di Maluku sekitar abad pertama. Keberlangsungan zaman ini didukung oleh mulai ramainya perdagangan di Asia Tenggara. Hasil-hasil bumi Maluku dikukarkan dengan peralatan perunggu seperti nekara, kapak, dan topi.[19] Banyak dari peninggalan-peningggalan ini disimpan oleh penduduk di sekitar tempat penemuannya—Saparua, Ambon, Letti, Banda, Tanimbar, Seram, dan Kei—sebagai benda pusaka. Peninggalan pada masa ini diperkirakan berasal dari daratan Asia Tenggara, tepatnya Tonkin dan Dongson, serta Tiongkok Selatan.
MTR. Humas MIT As-Salam Ambon